Selasa, 17 Februari 2009

Penelitian Hukum

Penelitian hukum saat ini baik untuk keperluan praktik hukum maupun akademis tidak lain daripada metode penelitian penelitian sosio-legal, sedangkan penelitian sosio-legal bukanlah Penelitian hukum. Dalam penelitian hukum, metode yang digunakan berbeda dengan metode dalam penelitian sosial meskipun hukum sebagai objek penelitiaannya.

Ilmu hukum memandang hukum dari dua aspek, yaitu sebagai sistem nilai dan sebagai aturan sosial. Sebagai titik anjak untuk mempelajari hukum adalah memahami kondisi intrinsik aturan hukum, inilah yang membedakan ilmu hukum dengan disiplin lain yang mempunyai kajian hukum, disiplin lain tersebut memandang hukum dari luar. Studi sosial tentang hukum menempatkan hukum sebagai gejala sosial, sebaliknya studi-studi yang bersifat evaluatif menghubungkan hukum dengan etika dan moralitas.
Ilmu hukum mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang bersifat preskiptif dan terapan. Sebagai ilmu yang bersifat preskiptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep hukum dan norma hukum. Sebagai ilmu terapan, ilmu hukum menetapkan standar, prosedur, ketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan aturan hukum. Sifat preskiptif ini yang membedakan ilmu hukum dengan disiplin lain yaitu sisi instrinsik dari hukum.
Sebagai ilmu terapan, merupakan konsekuensi dari sifat preskiptifnya. Penerapan yang salah akan berpengaruh terhadap sesuatu yang bersifat substansial atau penerapan itu tidak ada artinya. Sehingga dalam ilmu hukum menelaah kemungkinan-kemungkinan dalam menetapkan standar prosedur atau acara sebagai terapan, hasilnya berupa preskipsi tetapi untuk diterapkan.
Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip hukum, maupun doktrin hukum untuk menjawab isu hukum yang dihadapi. Berbeda dengan penelitian sosial yang bersifat deskriptif, yang menguji kebenaran ada tidaknya suatu fakta yang disebabkan oleh suatu faktor tertentu. Penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskipsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Jika pada penelitian yang bersifat deskriptif, jawaban yang diharapkan adalah true atau false, sedang dalam penelitian hukum adalah right, appropriate, inappropriate, atau wrong, dengan demikian hasil yang diperoleh dalam penelitian hukum sudah mengandung nilai.
Isu hukum mempunyai posisi yang sentral di dalam penelitian hukum, karena isu hukum itulah yang harus dipecahkan dalam di dalam penelitian hukum. Dalam ilmu hukum terdapat tiga lapisan, yaitu dogmatik hukum, teori hukum, dan filsafat hukum.
Isu hukum dalam ruang lingkup dogmatik hukum timbul apabila: para pihak yang berperkara/terlibat dalam perdebatan mengemukakan penafsiran yang berbeda/bertentangan terhadap teks peraturan karena ketidakjelasan peraturan itu sendiri; terjadi kekosongan hukum; dan terdapat perbedaan penafsiran atas fakta. Dalam tataran teori hukum, isu hukum harus mengandung konsep hukum. Konsep hukum dapat dirumuskan sebagai suatu gagasan yang dapat direalisasikan dalam kerangka berjalannya aktifitas hidup bermasyarakat secara tertib, misalnya badan hukum, kepailitan, dan kadaluawarsa. Sedangkan penelitian hukum yang berkaitan dengan isu mengenai asas hukum berada dalam tataran filsafat hukum.
Berdasarkan hal tersebut, penelitian sosio-legal meskipun objeknya hukum bukan merupakan penelitian hukum, karena hanya menempatkan hukum sebagai gejala sosial—hukum dipandang dari segi luarnya saja, yang menitikberatkan perilaku individu/masyarakat dalam kaitannya dengan hukum, misalnya efektivitas aturan hukum, pengaruh aturan hukum terhadap masalah sosial tertentu atau sebaliknya. Hukum ditempatkan sebagai variabel terikat dan faktor non hukum yang mempengaruhi hukum dipandang sebagai variabel bebas, yang dimulai dari hipotesis dan untuk mengujinya diperlukan data kemudian dilakukan analisis untuk menguji hipotesis apakah diterima atau tidak.
Penelitian hukum tidak mengenal prosedur demikian, melainkan penelitian mengenai kondisi hukum secara intrinsik, yaitu hukum sebagai sistem nilai dan hukum sebagai norma sosial. Hasil yang hendak dicapai bukan mencari jawaban atas efektivitas suatu aturan atau pengaruh faktor non hukum terhadap hukum. Penelitian hukum dilakukan untuk memecahkan isu hukum yang diajukan, sehingga hasilnya adalah untuk memberikan preskipsi mengenai apa yang seyogjanya. Misalnya apakah suatu UU sesuai dengan prinsip dalam konstitusi, atau apakah suatu badan hukum memenuhi ketentuan yang mengaturnya.
Dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan untuk mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu hukum yang sedang dicoba untuk dicari jawabannya. Pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum adalah: 1) pendekatan undang-undang; 2) pendekatan kasus; 3) pendekatan historis; 4) pendekatan komparatif; dan 5) pendekatan konseptual.
Penelitian hukum tidak memerlukan data, namun untuk memecahkan isu hukum dan sekaligus memberikan preskipsi mengenai apa yang seyogjanya, diperlukan sumber-sumber penelitian hukum, yaitu bahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum primer meliputi peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan, sedang bahan hukum sekunder yang terutama adalah buku hukum, termasuk skripsi, tesis, dan disertasi hukum dan jurnal hukum, serta kamus hukum dan komentar atas putusan pengadilan. Apabila diperlukan, dapat digunakan bahan non hukum, misal saksi ahli atau literatur non hukum terkait.
Langkah-langkah penelitian hukum adalah: mengidentifikasi fakta hukum dan mengeliminir hal-hal yang tidak relevan untuk menetapkan isu hukum yang hendak dipecahkan; pengumpulan bahan hukum; melakukan telaah atas isu hukum yang diajukan berdasarkan bahan-bahan yang telah dikumpulkan; menarik kesimpulan dalam bentuk argumentasi yang menjawab isu hukum; dan memberikan preskipsi berdasarkan argumentasi yang telah dibangun dalam kesimpulan.
Penelitian hukum digunakan untuk keperluan praktik hukum dan keperluan akademis. Untuk kegiatan praktik hukum dihasilkan argumentasi hukum yang dituangkan dalam Legal Memorandum atau Legal Opinion, dan dalam beracara argumentasi hukum dituangkan dalam bentuk eksepsi, pleidoi, replik, kesimpulan (bagi kuasa), maupun putusan hakim. Sedangkan untuk keperluan akademis, penelitian hukum digunakan untuk menyusun karya akademis, berupa makalah (term paper), skripsi, makalah dalam seminar akademik, tesis, artikel di jurnal hukum dan disertasi.

Kepercayaan Publik terhadap Hakim Ad Hoc

Keberadaan hakim ad hoc pada sistem peradilan khusus pidana sulit diharapkan bisa berdampak pada peningkatan kepercayaan publik, karena tanpa didasari konsep dan filosofi yang matang tetapi lebih bersifat reaktif untuk menjawab kebutuhan aktual.

Bahkan menurut advokat Luhut MP Pangaribuan, hakim ad hoc hanya merupakan duplikasi dari hakim karier, jadi sulit tercapainya suatu keadilan substantif di pengadilan.
Hakim ad hoc di Indonesia muncul secara "diam-diam", ia tak menemukan naskah yang bersifat filosofis yang menguraikan konsep hakim ad hoc, baik dalam kepustakaan, ketentuan, maupun penjelasan UU. Mereka ada lebih karena faktor kondisi aktual, dimana tingkat kepercayaan publik pada pengadilan masih rendah.
Untuk memperbaikinya adalah dengan mengadakan hakim ad hoc dari sumber yang lain, selain hakim karier, demi kepedulian, efisiensi, dan efektifitas.
Tak ada alasan obyektif untuk lebih mempercayai hakim ad hoc daripada hakim karier, karena kecenderungan hakim ad hoc dalam putusannya tidak identik dengan berfungsinya pengadilan pidana dalam memberikan keadilan.
Kehadiran hakim ad hoc dalam pengadilan khusus pidana saat ini belum dibentuk dalam kerangka pembaruan keadilan. Keberadaan hakim ad hoc sekarang tidak akan berdampak pada peningkatan public trust.
Diperlukan konsep lay judges, salah satu bentuk dari lay participations untuk keadilan bagi rakyat.